tes

Senin, 10 Oktober 2016

Sejarah 3D



     Halo gan, semoga sehat selalu... Karena semakin berkembangnya teknologi di seluruh sektor kehidupan manusia. Mulai dari militer, smartphone, alat elektronik, bahkan film. Maka dari itu pada kali ini blog www.dikinuwa.blogspot.com akan membahas tentang sejarah Film 3D.

Monggo dibaca dengan seksama.
    
     Pada tahun 1856, JC d’Almeida memberikan demonstrasi di Academie de Sciences tentang gambar-gambar stereoscopik (dua gambar foto yang sama dengan perspektif sedikit berbeda satu sama lain berjarak sekitar dua setengah inci yang merepresentasikan jarak antara kedua mata manusia) yang diproyeksikan secara bergantian dengan cepat melalui slides cahaya lentera berwarna merah dan hijau. Sementara itu penonton memakai kaca mata merah dan hijau sehingga mereka bisa melihat gambar foto itu secara tiga dimensi.
 
     Kemudian pada tahun 1890an, Ducos du Hauron mematenkan temuannya berupa dua warna, sistem anaglyph: dua lembar film positif transparan stereoscopik di-superimpose (ditumpuk). Ketika diproyeksikan, penonton bisa melihat efek tiga dimensi dengan memakai kacamata anaglyph (lensa merah di satu sisi dan lensa biru di sisi yang lain). Pada masa sekarang kaca mata anaglyph memakai lensa merah dan cyan.
Ducos du Hauron


     Lalu Pada tahun 1897, C. Grivolas mengadaptasi sistem anaglyph ini untuk memutar film bergerak (motion pictures) secara 3D namun pengaplikasian teknologi ini baru dipakai pertama kali untuk film layar lebar di tahun 1922 dengan film The Power of Love yang dibuat oleh Harry K Fairall. Secara teknis film ini memakai sistem anaglyph dan dual film strip projection. Artinya, dibutuhkan dua strip film yang diputar secara bersamaan dengan dua proyektor film sejajar.

     Anaglyph sendiri memiliki kelemahan, yaitu untuk menghasilkan efek tiga dimensi, sistem ini melakukan pemblokiran warna-warna tertentu dari gambar stereoscopik yang diproyeksikan ke layar untuk mendapatkan efek 3D. Akibatnya tidak tercapai full colour. Hal ini tidak bermasalah di zaman film hitam-putih. Ketika muncul film berwarna di tahun 1935 maka ini menjadi sebuah problem.

     Tak lama kemudian, Edwin Land mematenkan temuannya berupa filter Polaroid di tahun 1932. Filter Polaroid dibentuk dengan tumpukan lapisan-lapisan filter tipis transparan yang dimiringkan dengan sudut tertentu untuk meniadakan silau (glare) cahaya yang dilewati filter itu. Di kemudian hari filter ini bisa diaplikasikan untuk teknologi 3D dan kamera instan Polaroid.
 
Edwin Land
     Di Uni Soviet pada tahun 1930an, seorang insinyur Rusia berhasil menyempurnakan teknologi film 3D dengan sistem yang disebut parallax stereogram. Sistem ini berfungsi menghasilkan proyeksi gambar film tiga dimensi tanpa penonton memakai kacamata anaglyph atau apapun. Kekurangan sistem ini adalah apabila duduk miring atau melihat dari perspektif yang miring maka efek stereoscopi atau 3D film itu buyar.

Masa Keemasan

Poster film Bwana Devils (1952), perintis 3D di Hollywood

     Film ini ditulis dan disutradarai oleh Arch Oboler dan dianggap sebagai film layar lebar pertama berwarna dengan sistem Polaroid 3D dual strip. Setelah itu banyak muncul film-film 3D lainnya seperti Man in The Dark, House of Wax, It Came From Outer Space, Dial M For Murder, Creature From The Black Lagoon, Inferno, dan lain-lainnya. Kemudian popularitas film 3D secara tak diduga akan menurun. 
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi:
1. Distributor film beranggapan, karena film 3D menggunakan dual strip untuk setiap pemutaran,      berarti harga sewa copy film menjadi dua kali lipat.
2. Karena memakai sistem dual strip dengan proyektor ganda yang saling terkait, maka setiap pemutaran film harus dipastikan gambar dari kedua proyektor sinkron setiap saat agar penonton tidak mengalami efek pusing atau mata pegal.
3. Di samping itu, tidak fokusnya gambar pada salah satu proyektor akibat kecerobohan proyeksionis juga dapat membuat penonton mengalami pusing dan mata pegal.
      Akibat kendala-kendala di atas, setelah 1955, tren film 3D cenderung menurun dan era keemasan tahun 50an berakhir.
 
     Di Indonesia, ada sebuah film dengan format 3D tahun 2012 berjudul Jendral Kancil the Movie dan animasi Petualangan Singa Pemberani. Film ini juga merupakan bagian dari promosi es krim Wall’s Paddle Pop. Tren film 3D Indonesia ke depan sepertinya tidak jelas dengan kondisi perfilman nasional yang masih terjebak dengan masalah-masalah klasik seperti sistem tata edar yang dianggap tidak berpihak ke perfilman nasional, apresiasi penonton yang kurang, risiko tinggi secara finansial yang harus ditanggung produser, pola kerja industri yang serba instan, dan sebagainya.
Salah satu contohnya nih gan..


     Ternyata film 3D itu sudah ada pada tahun 1952 dan konsepnya telah ditemukan oleh JC d’Almeida Pada tahun 1856. Mengagumkan ya,gan....


                                                                      Cara kerja 3D



Bonus nih,gan,,,
 

Sumur nya nih gan...

http://tpe-3d-sainte-marie-2013.e-monsite.com/album/louis-ducos-du-hauron.html
https://signalvnoise.com/posts/2666-the-story-of-polaroid-inventor-edwin-land-one-of-steve-jobs-biggest-heroes
http://www.21cineplex.com/petualangan-singa-pemberani,2918.htm
Artikel Art of Digital 3D Stereoscopic Film (Mike Seymour, fxguide, 25 Maret 2008)

Artikel 3D Film di Wikipedia
Artikel RealD Cinema di Wikipedia

Tidak ada komentar :

Posting Komentar