tes

Jumat, 04 November 2016

Implikasi dan dampak terhadap digital cinema di masyarakat

 
      Teknologi digital cinema merupakan teknologi dimana sebuah hasil karya yang mencakup efek, video, audio, dsb diterapkan dalam sebuah karya film. Digital cinema merujuk pada penggunaan teknologi digital untuk mendistribusikan dan menayangkan gambar bergerak. Sebuah film dapat didistribusikan lewat perangkat keras, piringan optik atau satelit serta ditayangkan menggunakan proyektor digital alih-alih proyektor film konvensional.

     Bagi masyarakat, dengan adanya kemajuan teknologi di bidang sinema digital khususnya dengan adanya bioskop adalah masyarakat dapat melihat film dengan layar yang lebar dan suasana yang lebih nyaman. Contohnya di bioskop film akan main/mulai diputar, lampu dimatikan dan pintu-pintu ditutup sehingga penonton dapat konsentrasi memusatkan segala perasaannya. Lalu penonton dapat menikmati film dengan efek-efek yang terlihat seperti asli, tidak seperti zaman dulu.

     Selain film, video game sekarang juga memiliki tampilan/efek yang sudah detail tidak seperti dulu karena adanya teknologi digital sinema. Selain itu pengguna juga bisa membuat film/game sendiri karena sudah banyak software yang menyediakan untuk membuat game atau film, dan tentunya tersedianya softwarenya secara gratis (seperti pembahasan saya sebelumnya yaitu Blender dan Unity).

     Digital cinema dapat dibuat dengan media video yang untuk penayangannya dilakukan transfer dari format 35 milimeter (mm) ke format high definition (HD). Proses transfer ke format HD melalui proses cetak yang disebut dengan proses blow up. Setelah menjadi format HD, penayangan film dilakukan dari satu tempat saja, dan dioperasikan ke bioskop lain dengan menggunakan satelit, sehingga tidak perlu dilakukan salinan film. Contohnya, dari satu bioskop di Jakarta, film dapat dioperasikan atau diputar ke bioskop-bioskop di daerah melalui satelit.

     Sebelum teknologi digital muncul dalam pembuatan sinema, sinema harus dibuat dengan pita seluloid yang harganya amat mahal. Pita seluloid 35 mm satu rollnya berharga empat juta dan hanya mampu merekam sepanjang empat menit. Berarti untuk membuat sinema berdurasi 100 menit dibutuhkan dana sekitar 25 juta rupiah. Itu hanya untuk merekam gambar dan belum untuk mengedit dan memperbanyak gambar. Pada sinema seluloid, sinema harus melalui proses printing dan blow up yang bisa menghabiskan dana minimal 233 juta rupiah.

     Sedangkan biaya untuk membuat kopi sinema adalah 10 juta rupiah. Padahal untuk diputar di bioskop di seluruh Indonesia, sebuah sinema minimal harus memiliki 25 kopi. Artinya produser harus menyediakan dana 250 juta rupiah. Salah satu media digital cinema adalah film. Film digunakan sebagai media yang merefleksikan film secara nyata, atau bahkan membentuk sebuah kenyataan itu sendiri. Cerita yang ditayangkan lewat film dapat berbentuk fiksi atau non fiksi.

     Lewat film, informasi dapat dikonsumsi dengan lebih mendalam karena film adalah media audio visual. Di mata masyarakat, tentunya digital cinema juga sangat berguna dalam aktifitas beberapa masyarakat itu sendiri. Contohnya, di kalangan pelajar atau mahasiswa, digital cinema banyak digunakan untuk media-media pembelajaran maupun penyerapan informasi dari karya tersebut.

     Kemudian, di mata masyarakat awam, digital cinema digunakan sebagai sarana hiburan yang bermanfaat untuk media pembelajaran bagi anak-anak, sarana hoby, maupun untuk sekedar menyegarkan pikiran disela-sela aktifitas yang padat.

     Masyarakat kini dimanjakan oleh fasilitas-fasilitas teknologi yang semakin berkembang dalam dunia digital cinema. Contohnya, teknologi 3D maupun 4DX yang membuat film terasa nyata dan membangkitkan realitas dalam menonton film. Sarana-sarana lain yang mendukung juga disuguhkan demi terciptanya kenyamanan bagi masyarakat untuk menonton di bioskop.

SUMUR:
https://friscaarianja.wordpress.com/2015/11/08/implikasi-dan-dampak-terhadap-digital-cinema-di-masyarakat/

Tidak ada komentar :

Posting Komentar