Teknologi
digital cinema merupakan teknologi dimana sebuah hasil karya yang
mencakup efek, video, audio, dsb diterapkan dalam sebuah karya film.
Digital cinema merujuk pada penggunaan teknologi digital untuk
mendistribusikan dan menayangkan gambar bergerak. Sebuah film dapat
didistribusikan lewat perangkat keras, piringan optik atau satelit serta
ditayangkan menggunakan proyektor digital alih-alih proyektor film
konvensional.
Bagi masyarakat, dengan adanya kemajuan teknologi di bidang sinema
digital khususnya dengan adanya bioskop adalah masyarakat dapat melihat
film dengan layar yang lebar dan suasana yang lebih nyaman. Contohnya di
bioskop film akan main/mulai diputar, lampu dimatikan dan pintu-pintu
ditutup sehingga penonton dapat konsentrasi memusatkan segala
perasaannya. Lalu penonton dapat menikmati film dengan efek-efek yang
terlihat seperti asli, tidak seperti zaman dulu.
Selain film, video game
sekarang juga memiliki tampilan/efek yang sudah detail tidak seperti
dulu karena adanya teknologi digital sinema. Selain itu pengguna juga
bisa membuat film/game sendiri karena sudah banyak software yang
menyediakan untuk membuat game atau film, dan tentunya tersedianya
softwarenya secara gratis (seperti pembahasan saya sebelumnya yaitu
Blender dan Unity).
Digital cinema dapat dibuat dengan media video yang untuk
penayangannya dilakukan transfer dari format 35 milimeter (mm) ke format
high definition (HD). Proses transfer ke format HD melalui proses cetak
yang disebut dengan proses blow up. Setelah menjadi format HD,
penayangan film dilakukan dari satu tempat saja, dan dioperasikan ke
bioskop lain dengan menggunakan satelit, sehingga tidak perlu dilakukan
salinan film. Contohnya, dari satu bioskop di Jakarta, film dapat
dioperasikan atau diputar ke bioskop-bioskop di daerah melalui satelit.
Sebelum teknologi digital muncul dalam pembuatan sinema, sinema harus
dibuat dengan pita seluloid yang harganya amat mahal. Pita seluloid 35
mm satu rollnya berharga empat juta dan hanya mampu merekam sepanjang
empat menit. Berarti untuk membuat sinema berdurasi 100 menit dibutuhkan
dana sekitar 25 juta rupiah. Itu hanya untuk merekam gambar dan belum
untuk mengedit dan memperbanyak gambar. Pada sinema seluloid, sinema
harus melalui proses printing dan blow up yang bisa menghabiskan dana
minimal 233 juta rupiah.
Sedangkan biaya untuk membuat kopi sinema
adalah 10 juta rupiah. Padahal untuk diputar di bioskop di seluruh
Indonesia, sebuah sinema minimal harus memiliki 25 kopi. Artinya
produser harus menyediakan dana 250 juta rupiah. Salah satu media digital cinema adalah film. Film digunakan sebagai
media yang merefleksikan film secara nyata, atau bahkan membentuk sebuah
kenyataan itu sendiri. Cerita yang ditayangkan lewat film dapat
berbentuk fiksi atau non fiksi.
Lewat film, informasi dapat dikonsumsi
dengan lebih mendalam karena film adalah media audio visual. Di mata masyarakat, tentunya digital cinema juga sangat berguna dalam
aktifitas beberapa masyarakat itu sendiri. Contohnya, di kalangan
pelajar atau mahasiswa, digital cinema banyak digunakan untuk
media-media pembelajaran maupun penyerapan informasi dari karya
tersebut.
Kemudian, di mata masyarakat awam, digital cinema digunakan sebagai
sarana hiburan yang bermanfaat untuk media pembelajaran bagi anak-anak,
sarana hoby, maupun untuk sekedar menyegarkan pikiran disela-sela
aktifitas yang padat.
Masyarakat kini dimanjakan oleh fasilitas-fasilitas teknologi yang
semakin berkembang dalam dunia digital cinema. Contohnya, teknologi 3D
maupun 4DX yang membuat film terasa nyata dan membangkitkan realitas
dalam menonton film. Sarana-sarana lain yang mendukung juga disuguhkan
demi terciptanya kenyamanan bagi masyarakat untuk menonton di bioskop.
SUMUR:
https://friscaarianja.wordpress.com/2015/11/08/implikasi-dan-dampak-terhadap-digital-cinema-di-masyarakat/
Tidak ada komentar :
Posting Komentar